1. CALEG DPR RI DAPIL KALIMANTAN TIMUR NO. URUT 1

2. Ketua Lembaga Kajian Sosial Ekonomi-Wilayah Kalimantan Timur

3. Ketua Lembaga Pengawasan Pemekaran Kalimantan Timur

4. Ketua Forum Redam Korupsi (FORK)-Cabang Kalimantan Timur

5. Koordinator Konsultasi Hukum bagi Rakyat-Wilayah Kalimantan Timur

Sabtu, 21 Desember 2013

Ekonomi Dunia Bertahan karena Bantuan Bank Sentral

Lima tahun setelah meledaknya krisis keuangan global, negara-negara konomi paling maju di dunia masih harus mendapatkan dukungan.
Negara-negara itu mengalami pertumbuhan dan perekrutan agak cepat, dan menciptakan lebih banyak pekerjaan, namun hanya dengan bantuan luar biasa besar dari bank-bank sentral atau melalui anggaran belanja pemerintah. Dan para ekonom mengatakan, negara-negara besar boleh jadi masih memerlukan bantuan selama beberapa tahun lagi.
Mulai dari Amerika Serikat sampai ke Eropa, hingga Jepang, bank-bank sentral menginjeksikan uang kontan ke dalam perekonomian dan mempertahankan suku bunga pinjaman hingga rekor rendahnya. Bahkan China yang mengalami pertumbuhan pesat bangkit dari kemerosotannya dengan bantuan uang pemerintah yang dikucurkan ke berbagai proyek, dan dengan mudah bisa mendapatkan pinjaman dari bank-bank pemerintah.
Untuk sekarang ini, berkat peran intervensi seperti itu, ekonomi dunia jadi membaik. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan global naik 3,6% dalam 2014 dari 2,9% tahun ini.
Perbaikan itu “tidak berarti bahwa pemulihan berkesinambungan berada di landasannya yang kuat,” kata Sekjen OECD (Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) Angel Gurria memperingatkan bulan lalu.
Dia mengatakan, negara-negara ekonomi besar akan memerlukan stimulus dari “berbagai kebijakan moneter luar biasa” untuk mempertahankan momentum hingga 2014. Banyak ekonom memperkirakan stimulus masih akan dibutuhkan lebih lama lagi.
Namun kebijakan-kebijakan tersebut punya risiko sendiri-sendiri. Kritikan yang ada termasuk beberapa dari kalangan para pembuat kebijakan Fed (bank sentral AS) sendiri, yang mengatakan bahwa uang kontan yang diinjeksikan oleh bank-bank sentral ke dalam sistem keuangan global mengalir menjadi saham, obligasi dan komoditi seperti minyak. Harganya bisa meningkat hingga level yang tidak dapat dibenarkan dan meningkatkan risiko merosotnya pasar. Para analis lain memperingatkan bahwa kebijakan kredit murah bisa menyebabkan tidak terkendalinya inflasi di masa depan.