1. CALEG DPR RI DAPIL KALIMANTAN TIMUR NO. URUT 1

2. Ketua Lembaga Kajian Sosial Ekonomi-Wilayah Kalimantan Timur

3. Ketua Lembaga Pengawasan Pemekaran Kalimantan Timur

4. Ketua Forum Redam Korupsi (FORK)-Cabang Kalimantan Timur

5. Koordinator Konsultasi Hukum bagi Rakyat-Wilayah Kalimantan Timur

Jumat, 28 Februari 2014

Konsolidasi Ekonomi Global dan Peluang Indonesia

Perekonomian global di awal tahun 2014 telah menunjukkan  pergerakan ke arah keseimbangan baru,  menuju tanda-tanda perbaikan, dan diperkirakan akan terus membentuk konfigurasi yang semakin solid dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi kawasan, ditandai dengan pemulihan ekonomi di kawasan Eropa, Amerika Serikat, Jepang, serta China, dan India.  
Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 2014 akan mencapai 3,2 persen (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan estimasi pada bulan Juni 2013 yaitu tiga persen (yoy), dan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan selama tahun 2013 sebesar 2,4 persen. Ekonomi negara berkembang juga diproyeksi tumbuh sekitar 5,3 persen tahun ini atau  meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 4,8 persen.
Pertumbuhan ekonomi AS itu terlihat dari  indeks manufakturing wilayah New York pada bulan Januari 2014  yang mencapai 12,5 atau lebih tinggi dibandingkan estimasi konsensus yang sebesar 3,5. Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju juga diperkirakan menguat 20 basis poin dari proyeksi sebelumnya 2 persen ke level 2.2 persen pada tahun 2014. Penguatan ini didorong oleh bergairahnya ekonomi Amerika yang menguasai 20 persen perekonomian dunia.
Perekonomian Amerika diproyeksikan dapat tumbuh 2.8 persen tahun ini atau meningkat dari dari 1,8 persen tahun lalu. Sedangkan zona Euro diperkirakan menguat  0,2 persen dari perkiraan sebelumnya (0.9) menjadi 1,1 persen di tahun 2014. Penguatan kawasan ini dipicu oleh tumbuhnya sektor industri khsusunya di negara seperti Jerman, Perancis, juga Inggris.
Kegiatan ekonomi dunia yang membaik juga terlihat dari volume perdagangan dunia yang diprakirakan akan terus meningkat. Harga komoditas global yang menurun pada tahun 2013 diperkirakan bangkit tahun ini, sehingga akan berdampak positif terhadap ekspor.
Perbaikan ekonomi negara maju dapat membuka peluang bagi pertumbuhan industri manufaktur berbasis non-sumber daya alam. Peluang itu didasarkan keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage) dalam proses bisnis industri manufaktur.
Membaiknya perekonomian global  sejatinya merupakan momentum bagi Indonesia untuk dapat terus menjaga pertumbuhan ekonomi  domestik,  kegiatan ekonomi dunia yang terus membaik akan mampu meningkatkan volume perdagangan dunia.
Disamping itu harga komoditas global yang menurun 2013 diperkirakan rebound pada tahun 2014, hal ini menjadi peluang untuk dapat dimanfaatkan dimanfaatkan Indonesia, yang tentunya akan membawa dampak positip terhadap ekspor Indonesia.
Masih kuatnya permintaan domestik dan berkembangnya investasi tetap menjadi tumpuan utama pertumbuhan ekonomi, apalagi dapat diikuti dengan perbaikan kinerja ekspor seiiring dengan meningkatnya permintaan dunia.
Trend Neraca perdagangan Desember 2013 mengindikasikan mulai terjadinya perbaikan neraca transaksi berjalan , Indonesia mengalami surplus cukup besar hingga 1,52 miliar dollar AS, melebihi perkiraan. Surplus perdagangan Desember merupakan yang tertinggi sejak November 2011.
Namun harus diakui tampaknya  kita perlu lebih bekerja lebih keras lagi dalam menekan besarnya impor impor minyak mentah yang mencapai 10,2 miliar dollar AS dan impor hasil minyak mencapai 4,2 miliar dollar AS di tahun 2013 lalu.
Menjaga Daya Tahan Ekonomi
Setelah berhasil melewati masa-masa sulit 2013,  fundamental ekonomi Indonesia  semakin menunjukkan resiliensi. Kondisi ini seyognyanya dapat menjadi modal dasar dalam menapaki ekonomi 2014.
Kokohnya fundamental ekonomi Indonesia ditunjukkan dengan capaian  pertumbuhan ekonomi 2013 di kisaran 5,7 %,  PDB nominal pada 2013 mencapai lebih dari 946 miliar dollar AS. Rasio defisit fiskal terhadap PDB juga tetap terjaga sehat dibawah 3 %. Realisasi investasi melampui Rp. 390 triliun, cadangan devisa juga semakin menguat dan mencapai 99,4 milia dollar AS.
Dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah perubahan konfigurasi ekonomi global seyogyanya dapat terus dipacu pengembangan investasi, dengan  menciptakan iklim investasi yang kondusif  merupakan suatu keniscayaan dalam  menjaga pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Kita patut bersyukur,  berbagai fundamental ekonomi dapat terus kita upayakan   sejalan dengan  visi pemerintah menggapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Berbagai bauran kebijakan kondusif telah diambil, antara lain melalui ”empat paket” kebijakan dan  17 paket kebijakan guna meningkatkan kemudahan berusaha.
Paket kebijakan proinvestasi diharapkan dapat semakin meningkatkan iklim dunia usaha di Indonesia. Membaiknya iklim dunia usaha  sangat dibutuhkan guna mendukung penguatan ketahanan ekonomi domestik. Penyerapan angkatan kerja, penguatan pendapatan pajak, hilirisasi baik untuk substitusi-impor maupun export-oriented.
Peluang Indonesia perlu dikelola secara baik dengan semangat optimistis bahwa  pembangunan ekonomi Indonesia akan tetap menguat bersamaan dengan sinyal positif lainnya.  Peluang ini tidaklah berlebihan  mendasarkan hasil survei Global Consumer Confidence Index  yang dilakukan lembaga riset Nielsen,  menempatkan Indonesia sebagai pasar paling optimistis di kuartal keempat 2013.
Indonesia juga tercatat mempunyai indeks kepercayaan konsumen tertinggi secara global yaitu 124 pada kuartal keempat 2013 naik empat poin dari kuartal sebelumnya yang diikuti Filipina dan Thailand dengan indeks 114 dan 109. Begitu juga di sektor usaha, laporan Bank Dunia terkait kemudahan berusaha (Doing Business 2014) menaikkan peringkat investasi Indonesia ke peringkat 120 (naik dari peringkat 128 tahun sebelumnya).
Dengan berbekal berbagai modal dasar tersebut  serta peluang yang ada hendaknya dapat menjadi katalisator peningkatan pertumbuhan ekonomi, yang mendapatkan  perhatian yang tinggi dari Presiden RI,  dimana dalam Sidang Kabinet  16/1/2014, telah pula menetapkan  6 (enam) langkah yang akan dilakukan pemerintah untuk menjaga pertumbuhan sambil menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi. Pertama, yang terkait dengan APBN, pemerintah akan menjaga kualitas belanja negara  sehingga dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi, Kedua, menjaga daya beli masyarakat dengan menjaga laju inflasi. Ketiga, kebijakan mendorong pertumbuhan investasi.  Keempat, peningkatan daya saing terutama produk ekspor non migas melalui diversifikasi pasar tujuan ekspor dengan meningkatkan keberagaman dan kualitas produk. Kelima, mengendalikan impor produk-produk yang berpotensi menurunkan daya saing produk domestik di pasar dalam negeri sambil memperluas pasar domestik kita. Kenam, adalah penguatan perdagangan dalam negeri, ini juga bagian yang sangat penting untuk menjaga kestabilan harga, kelancaran barang serta menciptakan iklim usaha. 
Peluang yang harus dioptimalkan nilai tambahnya
Indonesia memiliki modal berupa sumber daya alam (SDA) yang sangat besar untuk menopang pertumbuhan ekonomi 2014, terutama bahan mineral, batubara, kelapa sawit, karet, dan coklat, industrialisasi dalam bentuk hilirisasi industri perlu terus dipercepat penyebarannya,   agar produk-produk ekspor yang dihasilkan memiliki nilai tambah tinggi dan juga dapat membantu penyerapan tenaga kerja.
Pertumbuhan yang berkelanjutan, harus didukung dengan meningkatnya produktifitas yang ditunjang oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengelolaan sumber daya alam yang baik untuk penciptaan nilai tambah tinggi di dalam negeri.
Pelarangan ekspor bijih mineral (ore) diikuti kewajiban bagi perusahaan pertambangan untuk mengolah setinggi-tingginya ore untuk mendapatkan nilai tambah ekonomi, seyogyanya dapat dijadikan momentum kebangkitan berbagai industri olahan di Indonesia.
Larangan ekspor bahan mineral yang diberlakukan pemerintah mulai 12 Januari 2014, diyakini akan menyedot banyak investasi di sektor industri pemurnian dan pengolahan mineral (smelter), selain menghasilkan produk olahan logam bernilai tambah tinggi.
Proses transformasi industrialisasi secara gradual ke arah industri berbasis nilai tambah tinggi seyogyanya menjadi prioritas dalam mendukung pertumbuhan yang inklusif sehingga kemajuan ekonomi juga dinikmati oleh kelompok masyarakat berpendapatan rendah guna mengatasi persoalan ketimpangan pendapatan.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, tentunya menjadi suatu kebutuhan mendesak menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi berkembangnya industri pengolahan di berbagai daerah,  pemerintah daerah dapat terus mengupayakan berbagai kemudahan dalam koridor aturan yang ada,  guna mendukung berkembangnya investasi yang berkualitas ,  utamanya yang mengarah kepada investasi ke sektor tradable seperti pertanian, pertambangan, penggalian dan industri manufaktur,  sehingga dapat berperan dalam memperbaiki neraca perdagangan dan neraca  transaksi berjalan. 
Dalam memperbaiki neraca perdagangan perlu langkah-langkah terobosan   dan kerja keras dalam membuka diversifikasi pasar,  ke pasar ekspor nontradisional (Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin, dan Asia), kegiatan misi dagang perlu terus ditingkatkan, dan tak kalah pentingnya, berbagai komponen masyarakat harus terus bersatupadu menyukseskan upaya mengurangi konsumsi BBM, Jika subsidi BBM dikurangi, pemerintah akan memiliki ruang fiskal yang cukup untuk melakukan stimulus perekonomian.
Ketergantungan akan importasi pangan perlu terus ditekan  dengan meningkatkan kemandirian pangan, memacu produksi dan produktivitas  serta memasifkan kampanye konsumsi pangan lokal  guna membantu para petani agar tetap bergairah meningkatkan produksi, dengan semakin tingginya demand akan pangan lokal.
Pentingnya penyelarasan dan perbaikan kebijakan di sektor pertanian pangan merupakan entry point dalam menciptakan kemandirian pangan melawan importasi pangan yang dapat mengancam defisit neraca perdagngan. Keselarasan kebijakan diperlukan dari pemerintah pusat hingga daerah. Tanpa itu diyakini persoalan-persoalan di pertanian sulit diatasi, harus ada sinergi dari para pemangku kepentingan untuk dapat membangun penguatan sektor pangan nasional.
Dari sisi penyerapan ABPN 2014  perlu terus diupayakan efektifitas penyerapan dan percepatannya, khususnya realisasi belanja modal yang menjadi multiply effect dalam menggenjot perekonomian, sebagaimana kita ketahui pemerintah telah meningkatkan anggaran belanja modal dan pembangunan infrastruktur, keterlibatan BUMN dan Swasta untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam penyediaan infrastruktur melalui konsep public private partnership (PPP) perlu terus diperluas dan ditingkatkan, guna menopang pertumbuhan ekonomi.
Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian ekstra adalah dukungan dalam percepatan pembangunan infrastruktur untuk mendorong konektivitas dan daya saing logistik nasional serta penguatan sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), utamanya dalam fasilitasi meningkatkan daya saing, kapasitas, cakupan, dan akses permodalan.  
Dengan kesatupaduan langkah pada tataran praksis serta membangun  sinergitas dalam mengatasi tantangan-tantangan pembangunan ekonomi,  kita yakin dan percaya, melewati tahun 2014,  ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh berkeadilan, menyerap tenaga kerja dan  semakin meningkatkan kesejahteraan rakyat.  Semoga.